Astri

0 komentar
Aku mempunyai seorang adik perempuan yang lahir pada tanggal 22 November tahun 2000. Namanya Astri Pangestu Rafiandhani Suharto. Dia anak bungsu di keluarga kami. Selain itu, Astri adalah siswi kelas VB di SD Piyungan Bantul. Sejak berumur satu tahun, dia menderita penyakit asma bawaan. Fisiknya pun lemah. Oleh karena itu, semua orang di rumah kami sangat memanjakannya, termasuk para pembantu dan semua saudara Bapak dan Ibu.
Walaupun manja, Astri sangat rajin dan tekun belajar. Dia selalu menjadi ranking satu di kelasnya. Karena ketekunannya, suatu hari dia ditunjuk gurunya mengikuti olimpiade Ilmu Pengetahuan Alam. Dia belajar lebih giat pada saat itu.
Sehari sebelum lomba, seluruh anggota keluarga, pembantu, bahkan sanak saudara dia mintai restu.
“Bapak, Ibu, dan Mbak Ningrum, Dik Astri minta doanya ya, biar besok aku bisa menang olimpiade IPA,”
“Iya, pasti semua berdoa agar kamu menang, sayang. Mana mungkin Mbak Ningrum sama Bapak Ibu pengen kamu kalah. Iya nggak, Pak, Bu?”
“Iya dong, masa Ibu nggak pengen anak Ibu yang lucu, cantik, dan pintar ini kalah?” Sahut Ibu.
“Wah, betul itu. Belajar yang rajin ya, Nak! Supaya pintar dan dihargai orang lain. Seperti Bapak ini lho,” Timpal Bapak sambil mulai narsis.
“Wuuuuu, dasar Babeth tukang narsiiiissss!!!!!!!” Aku dan Astri menyoraki Bapak.
“Lho... Iya to? Kalau bapakmu ini gebleg, apa Ibumu ini mau? Iya tho, Istriku sing ayu dewe iki?”
“Jamila bukan jamidong, ya iya dong! Hehehe,” Sahut Ibu.
“Cie-cie, Bapak sama Ibu mau mengulang masa muda ni yee... Hahahahaha........” Sahutku dan Astri sambil tertawa.
Kami sekeluarga pun tertawa bersama.
Namun, pada malam hari sebelum olimpiade, dia stress dan grogi dan tidak bisa tidur.
“Bu, gimana ini, besok udah maju tingkat kecamatan, kalau lawanku pintar-pintar bagaimana ini?”
“Sudah, kamu kan sudah berusaha kemarin, sekarang saatnya kamu berdoa dan istirahat, agar besok kamu bisa fokus mengerjakan soal olimpiade.”
“Iya, jangan stress, nanti malah sakit lho, sudah tidur sana,” Ujar Bapak menimpali.
Akhirnya, Astri tidur lelap setelah dibujuk dan didongengi oleh Bapak. Sebenarnya, bapak tidak terlalu pintar mendongeng. Sejak saya masih kecil hingga sekarang, dongengnya hanya tentang tokoh fiksi “Cuit-Cuitan” ciptaan bapak. Dari tokoh, latar, tema, alur hingga pilihan katanya pun sama dan tidak pernah berubah. Namun, Dia tidak pernah bosan.
Keesokan harinya, Astri mengikuti olimpiade IPA tingkat kecamatan piyungan tersebut. Akhirnya, Dia berhasil menjadi juara ketiga dan berhak mengikuti seleksi tingkat Kabupaten Bantul untuk maju lagi di tingkat propinsi.
Sesampainya dirumah, Adikku bercerita dengan semangat kepada kami sekeluarga.
“Na.... na.... ni... na.... naa...,” Senandung Astri saat diperjalanan pulang dijemput Budhe Tri, pengasuhnya sejak bayi.
“Kenapa je kamu, Dik? Tumben ceria banget,” Tanya Budhe Tri.
“Wah, Budhe Tri, Aku menang juara tiga ni olimpiadenya. Asik kan?”
“Hebat dong!” Puji Budhe.
Aku dan Adikku, Astri memang dekat dan akrab dengan Budhe Tri karena dia adalah pengasuh kami sejak kecil. Hingga kini, Budhe Tri masih bekerja dirumah kami.
Ketika Ibu dan Bapak pulang dari bekerja, Astri langsung menceritakan kemenangannya dengan semangat.
‘Ibu.... Ibu... Aku menang juara tiga, Bu.”
“Wah, hebat. Selamat ya Nak. Lalu kapan kamu mau lomba lagi?”Sahut Bapak.
“Wah, kalau itu masih belum tau, Pak. Kata Bu Guru masih nunggu informasi gitu,”
“Ntar kalau menang traktir aku es krim ya, Dik. Gak mahal kok, yang dua ribuan juga nggak papa. Hehe,” Aku ikut nimbrung
“Kamu ki maunya yang gratis terus gek, Mbak!” Ujar Astri setengah bercanda dan sebal.
“Oh, iya dong. Manusiawi itu. Hahaha,” Aku tersenyum jail.
Selain pintar dan manja, Astri pun sangat lucu dan kekanak-kanakan. Contohnya, saat kami sekeluarga akan ke Jakarta pada bulan Desember tahun lalu. Saat itu, Budhe pulang dari Tanah Suci selepas menunaikan Ibadah Haji.
Bapak dan Pakdhe Rohmat naik kereta api pada pagi hari. Pakdhe Rohmat adalah kawan Bapak dan Ibu dan sudah seperti saudara bagi kami. Sore harinya, Aku, Ibu, dan Astri naik pesawat karena kondisi fisik Astri yang tidak memungkinkan untuk naik kereta api.
Malam hari sebelum keberangkatan kami ke Jakarta, Astri sangat senang. Dia tidak sabar membayangkan bagaimana rasanya terbang diatas awan menggunakan pesawat. Maklum, itu adalah kali pertamanya naik pesawat terbang. Saking senangnya, Dia tidak mau melewatkan barang satu menit pun untuk tidur hingga jam menunjukkan pukul 12 malam.
“Pak, aku nggak bisa tidur...,” Kata Astri
“Gimana ya Pak, rasanya terbang naik pesawat?” Tanyanya pada Bapak.
“Rasanya ya seperti itu,”
“Enak nggak bu? Nanti seperti naik komedi putar di sekaten itu bu?” Tanyanya pada Ibu
“Hmmm....,” Jawab Ibu yang sudah tidur.
“Bu.....,” Panggil Astri sambil menggoyang-goyangkan Ibu.
“Sudah to, kamu itu tidur aja, besok pagi bangun nganterin Bapak sama Pakdhe ke Stasiun. Sorenya Kamu, Ibumu, sama Mbakmu berangkat,“ Sahut Bapak jengkel.
Sore harinya, kita berangkat ke Jakarta. Di perjalanan ke bandara, Astri bernyanyi tiada henti. Dan ketika di pesawat pun dia masih tersenyum senang dan bersenandung ria.
Hingga kini, Astri tetap menjadi anak yang manja dengan sorot mata cerianya. Mungkin dengan berjalannya waktu, dia akan berubah menjadi sesosok gadis dewasa dan tidak lagi manja. Bermetamorfosis menjadi gadis ayu nan anggun. Namun kapan saat itu akan tiba, hanya Tuhan yang maha tahu. Tapi Astri tetap Astri bagi kami. Esok ataupun nanti.

Jogja, 22 Mei 2011
23:16
Diujung kamar kerja
Diterangi sorot lampu meja

(no tittle)

0 komentar
Kelak,
Aku ingin menjadi seorang penyair hebat
Tuk taklukkan seluruh jagat

Nanti,
Akan kupeluk mimpi-mimpi
Menerbangkan hasrat yang menjadi

Tapi besok,
Entahlah...
Aku pun sudah lelah
Berselimut sejuta kisah

Gurat

0 komentar
Ini bukanlah prosa
Yang penuh goresan tak bermakna
Bukan pula gita
Yang kugubah dengan untaian nada

Ini adalah gurat
Curahan asaku yang tersurat
Tetesan peluh dan keringat
Dariku, setiap saat

(no tittle)

0 komentar
Well, semua bermula dari persahabatan antara Rena dan Angel ketika memulai Masa Orientasi Siswa atau MOS di SMA Bakti Persada. Persahabatan mereka dimulai ketika Rena yang kebingungan mencari tempat duduk di kelas XB. Melihat itu, Rena langsung menawari Angel untuk duduk disampingnya.
“Hai, murid baru juga ya? Disini masih kosong kok. Duduk aja,” ujarnya sembari tersenyum.
“Wah, makasih ya. Tau aja gue lagi bingung nyari bangku,”
“Kenalin, gue Rena,”
“Angel,” balas Angel.
*#*
Walaupun Angel dan Rena bersahabat, sifat mereka sangatlah bertolak belakang. Rena adalah seorang gadis yang anggun, luwes, ramah, dan peduli terhadap sesama. Dia pun sederhana dan rajin. Sorot matanya memancarkan kewibawaan dan keceriaan. Sedangkan Si Cantik Angel, yang menjadi primadona di SMA Bakti Persada, sangatlah sombong dan menjaga jarak. Angel acap kali melontarkan komentar negatif terhadap sesuatu. Dia sangat jarang memuji seseorang. Bahkan bisa dibilang tidak pernah sama sekali. Tatapan matanya pun sinis.
Namun begitu, mereka terlihat sangat kompak dan akrab bagai kakak beradik. Dimana ada Angel disitu pasti ada Rena. Mereka juga pintar. Prestasi mereka bersaing di tiga besar paralel SMA Bakti Persada.
“Hai Rena... Eh, semeteran kemarin lo ranking berapa? Pasti bagus kan?” tanya Nay ramah. Dia teman satu kelasnya pada saat perjalanan menuju kelas.
“Wah, gue lupa. Lo sendiri ranking berapa?” jawab Rena berusaha merendah.
“Ah, biasa aja. Jauh deh ame elu. By the way, lo gimana Ngel?” tanya Nay pada Angel.
“Pasti bagus dong! Ranking 2 nih! Gue gitu loh! Emang elo yang selalu di periode 30-an!” Kata Angel menyombongkan diri.
“Wah, gue ikut seneng! Yah, walaupun di periode 30-an nggak apa-apa laah. Namanya juga masih belajar. Hehe,” jawab Nay santai.
Setelah Nay pergi, Rena mengingatkan Angel mengenai sifatnya yang sombong.
“Ngel, bukannya gimana ya, tapi kayaknya lo kudu kurangin sifat elo yang sombong itu deh. Soalnya itu kan demi kebaikan lo juga. Kalo gue sih biasa aja lu gituin karena gue udah tau tipikal lo orangnya kaya gimana. Tapi temen-temen yang laen kan belum tentu bisa terima,” kata Rena
“Ya ampun Rena, udah deh biasa aja kaleee! Mereka aja diem aja, eh elo malah repot. Gue sih malah kasian elo capek-capek nasehatin gue. Umm, ke kantin yuk? Lapeeerrr nih! Seharian belom makan gue,” pinta Angel memelas.
“Traktir?” tanya Rena.
“Iya... Iyaaa.... Elo kaya nggak tau gue aja,” balas Angel.
*#*
Tahun ajaran baru pun tiba. Kebetulan Rena dan angel pun satu kelas lagi. Dan di sekolah Angel kedatangan seorang murid baru dari Amerika yang satu kelas dengannya. Namanya Mario. Dia putih, tinggi, macho, proposional, badannya pun tegap dan atletis. Giginya putih bersih dan rata seperti dikikir. Selain itu, Mario pun kaya dan pintar. Benar-benar tipikal cowok sempurna dimata Angel dan semua cewek lainnya, kecuali bagi Rena.
“Renaaaa.............. Hunny-bunny-sweetykuu, elo tau nggak sih? Cowok baru itu looh, yang pindahan dari Amrik. Gilaaa, keren bangeeeettt!!!!!” ucap Angel heboh sambil berlari mengejarnya.
“Yang mana sih?” tanya Rena acuh.
“Aduh sayang, yang ganteng, macho, atletis, tinggi, putih, en pinter itu...,” kata Angel bertubi-tubi kepada Rena saat mereka berjalan menuju perpustakaan sekolah.
“Yang mana? Gue nggak mudeng deh sama orang yang lo maksud,” jawab Rena.
Karena keasyikan ngobrol, mereka berdua bertabrakan dengan seseorana yang tidak mereka duga sama sekali.
“Helloooo....!!!!!! PUNYA MATA NGGAK SSSsssss.........,” bentak Angel.
“I’m sorry. It’s my fault. Did you hurt?” jawab orang itu sambil berusaha menolong Angel dan Rena.
“We’re okay. But please, when you are walking, please use your eyes too. Not just using your foot. Excuse me,” kata Rena tegas namun sopan.
“Sori banget. Tapi kalian nggak pa pa kan? Tadi gue lagi telfon lemen gue yang di Amrik. Jadi gak terlalu merhatiin jalan en ganggu kalian deh. Sori ya?” ucap Mario.
“Oke, kita maafin. Tapi imbalannya elo kudu traktir kita. Gimana?” tantang Angel.
“Oke deh,” jawab Mario.
“Sori, tapi kayaknya gue nggak bisa deh. Gue harus ngerjain tugas di perpus,” tolak Rena secara halus.
“Oh girls, come on! Ga apa apa lah! Itung-itung sebagai wujud permintaan maaf gue. Ngomong-ngomong, kita belom kenalan nih. Kenalin, gue Mario. Gue murid baru disini. Kalian?” tanyanya.
“Gue Angel dan ini sohib gue, Rena. Kita temenan sejak kelas satu SMA dan udah lengket kayak perangko,” jawab Angel.
“Eh, kalian yang di kelas XI IPS 1 kan? Wah, berarti kita sekelas dong? Hmm, gimana kalo kita temenan? Gue belom punya temen nih disini..” tawar Mario sok akrab.
Mendengar itu, Angel menyikut Rena dengan semangat.
“Gimana Ren?” tanya Angel.
“Well, terserah elo aja deh,” jawab Rena sambil mengangkat bahu.
“Oke, kita temenan. Janji?” kata Mario.
“Janji kelingking,” ucap Rena dan Angel bersamaan sambil bergantian memautkan jari kelingking mereka dengan jari kelingking Mario.
Setelah itu mereka pun pergi ke kantin sekolah.
*#*
Semenjak kejadian itu, Mario, Rena, dan Angel semakin akrab. Mereka sering hang-out bersama, ngerjain tugas bareng, bahkan curhat. Seiring berjalannya waktu, perasaan lain selain mulai tumbuh di hati Angel dan Mario. Angel sangat menyayangi dan mencintai Mario. Lebih dari seorang sahabat.
“Ren, do him love me?”
“Who?”
“Mario.”
“I don’t know his heart. I can’t open it to show you for your curious. Tapi kalo diliat dari sikapnya kayaknya iya deh.”
“So, will we... Umm you know laah, can we be a soulmate later?” tanya angel penuh harap.
“I hope so! Hei Angel, just see! Mario cares to you, isn’t he? He loves you I guess. Believe me, he’ll know your feeling to him later. Patience, you need it hunny,” jawab Rena menenangkan.
“Okelaaah. I believe you ya! Tapi elo ada feel nggak sih sama dia?”
“Nggak ah, biasa aja. Kan temen,” jawab Rena santai.
*#*
“Eh, ntar jadi jalan kemana?” Tanya Mario
“Gimana kalo ke Amplas aja? Aku mau beli tas baru nih,” sahut Angel.
“Loh, trus ntar makalah ekonomi dari Bu Nia gimana? Gue masih kurang setengah nih!” ujar Rena
“Ya ampuun! Gue juga! Thanks ya udah ngingetin. Gimana kalo ntar abis jalan kerumah gue? Bokap-nyokap gue baru ke Kalimantan. Kakak gue kuliah sampe sore. Temenin gue dong, sekalian ngerjain makalah bareng,”
“Oke, tapi bentar aja ya beli tasnya?” tawar Rena.
“Iya. Paling juga cuma setengah jam, Neng,” kata Mario.
“Hmmm, okelah. Buat kalian apa sih yang nggak dari gue?”
“Idiiiiihhhhh, gaya loooo!!! Hahaha....,” ledek Angel dan Mario bersamaan.
*#*
Mereka pun melaju ke AMPLAZ menggunakan Toyota Yaris kepunyaan Mario. Disana mereka berkeliling mencari tas untuk Angel.
“Enaknya beli dimana ya?” tanya Angel.
“Coba di situ tuh. Kayaknya bagus-bagus,” kata Rena ketika melihat toko tas yang lumayan bagus dan komplit koleksinya.
Mereka pun masuk di toko tas tersebut. Setelah memilih-milih tas, Rena pun menemukan tas yang cocok.
“Mbak, aku beli yang ini deh. Berapa totalnya?”
“Totalnya Rp 350.000 kak, ini barangnya. Terimakasih telah berbelanja di toko kami,” kata pelayan toko itu.
*#*
Di rumah Angel...
“Eh, makalah gue kurang lampiran nih. Ada yang punya gambar gak? Bagi dong!” kata Mario.
“Nih, tapi jangan semuanya ya. Ntar nilai gue dikurangin lagi sama Bu Nia,” jawab Rena.
“Sip deh! Thanks ya,”
“Eh, kalian mau minum apa?” tanya Angel lupa.
“Terserah lo aja deh,” jawab Mario.
“Mm... Apa aja deh,”
“Yaudah gue beli softdrink di minimarket sebelah dulu ya.
Saat Angel pergi membeli softdrink, Mario merasa inilah saat yang tepat untuk mengutarakan perasaan sukanya kepada Rena. Sudah semenjak lama ia memendam perasaan itu. Namun ia tidak berani untuk mengutarakannya kepada Rena karena dia takut itu akan merusak persahabatan mereka. Dia pun tidak menyadari bahwa Angel-lah yang selama ini mencintainya sepenuh hati, sedangkan Rena menganggapnya tidak lebih daripada sahabat baiknya.
“Ren....,”
“Hmm... Kenapa Yo?”
“Gue pengen ngomong...,”
“Yaudah ngomong aja,” kata Rena yang asih berkutat dengan laptopnya.
“Ren, gue serius,”
“Iya, mau ngomong apa Mario?” sekarang Rena sudah menyelesaikan makalahnya.
“Mmm... Gue... Gue suka sama lo,”
Mendengar hal itu, Rena sangat kaget. Disaat yang bersamaan, Angel telah selesai membeli softdrink dan berada di ambang pintu. Dia pun tak sengaja mendengar pernyataan Mario kepada Rena. Namun, angel berusaha menyembunyikan semua itu.
“Hai semua, hayoo abis pada ngapain nih? Kayaknya kaku gini. By the way, nih minumnya. Ntar gelas sama esnya ambil sendiri di dapur ya guys,” kata Angel.
*#*
Semenjak kejadian itu, baik sikap Angel, Rena, maupun Mario berubah total. Bagai ada jarak diantara mereka bertiga. Rena merasa tidak enak dengan Angel. Selain itu, dia merasa Angel menjadi tertutup dan menjauhinya. Begitu pula dengan Angel. Walaupun dia berusaha menutupi bahwa dia mendengar percakapana antara Rena dan Mario, dia menjadi sedikit menjaga jarak dengan keduanya. Mario pun jadi sering salah tingkah.
Suatu pagi Rena memberanikan diri bertanya kepada Angel.
“Ngel, elo kenapa sih sama gue?”
“Harusnya gue yang tanya kaya gitu ke elo,” jawab Angel dingin.
“Maksud lo apa Ngel?”
“Maksud gue, harusnya gue yang tanya ke elo, kenapa elo tega hianatin gue?”
“Bentar... Gue nggak ngerti deh. Gue ada salah ya ke elo?”
“Lo pikir aja sendiri!” bentak Angel ketus.
Melihat Angel yang begitu sinis dengannya, Rena merasa bahwa Angel sudah mendengar tentang percakapannya dengan Mario.
*#*
“Yo, kayanya ada yang perlu kita omongin deh,” kata Angel kepada Mario.
“About what?”
“First, bukannya gue nggak tertarik sama lo. All of people around our school know, lo itu cakep, tajir, keren, pinter, baik, menarik, supel dan bahkan semua kesempurnaan cowo itu ada di elo. Bahkan seisi sekolah pun naksir berat ke elo,” Rena berhenti beberapa saat.
“And then?”
“Dan gue akui, gue pun tertarik sama lo. Gue juga sayang sama lo. Tapi maaf, gue nggak bisa nerima lo sebagai pacar gue,”
“Tapi kenapa Ren?”
“Karena gue anggep elo sebagai sahabat gue. Gue sayang sama loe sebagai sahabat gue. Dan elo pun tau kan komitmen gue selama ini? Gue nggak akan pacaran sebelum tiba saat yang tepat,” jelas Rena tegas.
“Tapi kapan saat itu tiba Ren?”
“Gue juga nggak tau. Saat gue kuliah maybe. And Man, did you understand something? Yang patut elo cinta itu Angel, bukan gue.”
“Maksud lo apa?”
“Sejak kepindahan lo kesini, Angel udah ngefans berat sama lo. Dan sejak kita sahabatan, dia semakin tambah sayang dan cinta sama elo. Dan gue rasa dia udah tau tentang ini. Sikap dia jadi berubah ke gue. Gue rasa, kita harus jelasin ke dia deh,” kata Rena.
*#*
Sore itu di starbucks coffee.....
“Ngel, gue tau elo sebel sama gue, elo benci sama gue, dan segala macem. Tapi please, dengerin penjelasan gue sekali ini aja. Gue nggak pengen persahabatan kita ancur!”
“So, what you want?”
“Please forgive me. Ini tentang gue, elo dan Mario. And I know what my fault. Gue nggak kasih tau elo sejak dia nembak gue. Waktu dirumah lo, dia nyatain perasaannya ke gue. Tapi gue belom jawab. Dan akhirnya kemarin gue jawab. Gue gak bisa terima dia. Rasa sayang gue ke dia cuma sebatas sahabat aja. Nggak lebih. Elo harus percaya kalo gue nggak ada feel sama dia. Gue sadar elo mungkin jadi beda karena itu. Elo percaya kan Ngel sama gue?”
“Should I believe your words for our friendship? I doubt if you told me the truth.”
“Did you think I’ve lie to you?” ucap Rena tak percaya.
“Emang kenapa kalo iya? Apa peduli lo?” kata Angel pedas, “Selama ini elo selalu nyemangatin gue, bilang kalo elo nggak akan pernah suka sama Mario, nggak akan pernah caper sama Mario, dan elo juga selalu nekanin ke gue kalo DIA suka sama gue, care sama gue! Tapi kenyataannya??! Hah! LIAR! Apa yang gue dapet sekarang??!! Munafik lo!!!!” ucap Angel menusuk hati Rena. Dia langsung lari meninggalkan Rena yang hanya bisa terpaku menatap punggung sahabatnya.
“Apa emang udah seburuk itu gue di mata elo Ngel? Gue bener-bener tulus mau minta maaf ke elo...” sesal Rena dalam hati. Air matanya pun meleleh.
*#*
Dear diary,
Gue benci hari ini! Gue benci Mario! Gue benci Rena!
Rena ngehianatin gue! Dia tau gue udah lama suka sama Mario. Tapi dia boongin gue! Dan bodohnya Mario suka sama dia, bukan GUE!!! Seminggu yang lalu MARIO nembak dia disini, tepat di kamar ini, di KAMAR GUE!!
Dia sering bilang,”Angel, just see, Mario cares to you. He loves you. Believe me, he’ll know your feeling to him later. Patience, you need it hunny.”
Hati gue sakit! Sakit tiap inget itu. Sakit tiap inget Mario. Sakit tiap inget persahabatan kita! Apa yang harus gue lakuin lagi sekarang? Gue udah nggak punya sahabat yang bisa gue percaya lagi. Siapa temen gue di dunia nyata sekarang? –selain elo....
Gue takut di, takut banget! Do you believe if afraid can kill s’mone? .
Love
Angella Marriana Phill.
*#*
Pagi hari ketika tiba di sekolah, Angel menemukan sebuah amplop bergambar ‘Hello Kitty’ di mejanya. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung memungut dan membacanya.
Sungguh aku tak tahu sahabatku
Apa yang buatmu pilu
Saat itu...
Sungguh aku tak mengerti
Mengapa engkau begitu membenci
Aku lumpuh terpeluk peluh sahabatku
Aku lelah yang rebah...
Aku ingin mengerti
Tapi Aku bukan dusta yang hina!
Aku pun tiada ingin menyakiti
Hatimu, pun hatinya
Maaf...
Maukah kau memberiku kata itu?
Kali ini saja.




Atau haruskah aku meminta?
Kali ini aku tak mengemis
Karena aku lebih dari mengemis
Aku, pengemis maafmu.
Maafin gue. Gue bener-bener minta maaf Ngel. Diantara gue sama Mario nggak ada hubungan apapun! Elo boleh miliki dia. Seutuhnya! Percaya gue Ngel! Please.... Kita bisa kan sahabatan lagi?
Karenna Mutia
*#*
Tiga hari kemudian....
“Hai...,” sapa Angel.
“Ngel, I’m so sorry. Believe me about Rio,” kata Rena
“Maksud lo?”
“Nggak pernah ada niat dari gue buat nyakitin Mario maupun elo. Gue nggak pengen persahabatan kita bertiga ancur. Elo tau kan komitmen gue selama ini?” jelas Rena.
“Well, gue masih marah sama elo en Mario. Sori Ren, tapi susah buat gue maafin elo sama dia. Gue nggak bisa!” canda angel. Nada bicaranya yang ketus hanya pura-pura.
“Hahaha, don’t cry. Elo bikin gue ketawa aja. Hahaha,” kata Angel tertawa lepas.
“What do you mean with ‘don’t cry’ and ‘I make you laugh?’’”
“Setelah ada surat beserta puisi lo di meja gue, sorenya Mario dateng ke rumah. Dia coba jelasin dan bilang bla... bla.... en bla... Itu udah cukup buat gue percaya kalo diantara elo dan Mario emang nggak ada apa-apa. Elo juga nggak hianatin gue. Gue yang terlalu gegabah nuduh elo sama Mario yang nggak bener. Padahal kalian udah baik banget sama gue. Gue minta maaf ya?” kemudian, Angel memeluk Rena.
“Oooohhhhh, so sweeeettt......” sahut sebuah suara yang ternyata Mario.
Setelah bertangis-tangisan dan bermaaf-maafan ria, Angel dan Rena bersahabat lagi. Begitu pula dengan Mario.
“Ren, Ngel, gue mita maaf ya kalo pernah ada salah ke kalian. Bukan maksud gue untuk nyakitin kalian satu sama lain. Waktu dirumah elo itu pun gue nggak pikir panjang. I apologize for my mistakes. I know it’s hurt you all. I’m really sorry,” sesal Mario
“Udah nggak pa pa. Di dunia ini nggak ada yang sempurna. Dan nggak semua keinginan kita itu harus tercapai. Lagipula, gue belajar banyak dari kalian dan masalah ini. Gue pun terlalu naif sama diri gue sendiri. Nggak bisa terima kenyataan. Tapi mulai sekarang, gue janji bahwa gue akan berusaha lebih baik lagi. Gue sayang kalian,” ucap Rena.
“Oooohhhhh, so sweeeettt...... Hahaha” canda Mario dan Rena bebarengan.

“And I’m okay. Gue juga salah kok. Gue juga minta maaf sama kalian. Maafin gue ya guys,” pinta Rena
“Hellooo..... Sori ya ikut nimbrung. Tapi gimana kalo kalian bertiga baikan aja? Kelas kita jadi sepi tau nggak sih kalo kalian marahan en diem-dieman gitu!” sahut Riko, si kapten basket sekolah dan teman sebangku Mario.
*#*
Dear diary,
Gue seneng banget hari ini. Sekarang gue udah baikan sama Rena en Mario. Persahabatan kita juga jadi lebih erat. Gue belajar banyak dari masalah itu. Gue kudu lebih sabar dan nggak gegabah. Gue saayyyaaaaang mereka :*! .
In fact, bener apa yang selama ini dibilang Rena ke gue. Gue terlalu angkuh, sombong, dan semena-mena. Itu yang bikin Mario nggak tertarik sama gue.(walaupun actually I more beuty and pretty than her, huh!) Beda sama Rena yang lembut, anggun, ramah, ceria, dan sederhana. Dan satu lagi. Teen is NOT about love enough!! Gue nggak cukup makan CINTA! Hidup gue masih panjang. Dan nggak perlu bagi gue berbuat buruk cuma gara-gara my PUPPY LOVE when I was on my senior high school. It’s not important enough laah! Masih banyak pangeran-pangeran lain selain Mario lagi. Rrrawrrr...!!!
Umm... By the way, tau riko nggak? Dia kapten basket sekolah. Tadi dia bilang kalo gue CANTIK di!(emang dasarnya gue cantik gini siih:P hehe). Malem minggu besok dia ngajakin gue jalan. Gue sih mau-mau aja(Hope it will be nice of course! ).
And Generally, today is so fantastic!
I feel so sleepy riht now! I wanna sleep. Have a nice sleep ya! .
Love
Angella Marriana Phill.
*THE END*

Lilin Pencerah

0 komentar
Namaku Laksmi Candra Ningrum Suharto. Aku terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Bapakku seorang guru di sekolah negeri di Kabupaten Sleman sedangkan Ibuku adalah seorang widyaiswara. Aku mempunyai seorang adik perempuan yang berumur sepuluh tahun yang bernama Astri.
Bapakku adalah seorang pekerja keras yang tekun, ulet, dan pintar. Sejak kecil, dia dididik untuk mandiri dan bekerja keras. Tidak ada kata santai dalam hidupnya. Seperti sekarang ini. Walaupun sudah bekerja sebagai seorang pegawai negeri, baginya itu masih belum cukup. Bapakku selalu menanamkan kepadaku bahwa hidup itu harus selau bekerja keras dan berusaha.
“Rum, hidup itu keras. Ada saat dimana bapak dan ibu nggak selalu bisa mencukupi kebutuhanmu. Kowe kudu bisa mandhiri. Jangan mengandalkan bapak dan ibu yang bekerja. Masa depanmu tergantung padamu. Jangan pernah mau dikendalikan dunia, tapi kendalikanlah dunia dibawah belenggumu. Dan jangan pernah lemah padanya, karena jika kau lemah, maka dunia yang akan keras padamu. Tapi keraslah, maka dunia akan lunak dan belenggu itu semakin mudah kau raih,”
Itu yang selalu dikatakan bapak padaku. Memang itu hanyalah sebuah filosofi sederhana yang sudah banyak diketahui orang. Tapi jika kita cermati, itu merupakan petuah yang sangat berharga untuk diriku kelak. Bapak menginginkan aku menjadi seorang yang tangguh dalam hidup dan bertanggung jawab terhadap masa depanku sendiri. Dia tidak ingin aku mejadi pribadi yang malas dan lemah.
*#*
Selain menanamkan nilai kerja keras, tekun, ulet, dan tanggung jawab yang tinggi, bapakku pun mengajarkanku untuk menjadi seorang yang taat beragama. Dia selalu menyuruhku untuk taat sholat lima waktu dan meyempatkan membaca ayat suci Al-Qur’an selepas sholat.
Suatu hari, Bapak melihatku menonton sebuah drama asia di salah satu TV swasta.
“Udah sholat Asar?” tanya Bapakku.
“Belum. Bentar lagi Pak,” jawabku.
“Jam berapa ini? Sudah jam setengah lima dan kamu belum sholat?”
“Tapi ini filmnya bagus. Ntar ah, tunggu iklan,” elakku.
Kulihat sorot kecewa di mata bapakku. Tapi dia mendiamkanku. Dia jarang berbicara panjang lebar. Jika tidak suka, akan jelas terlihat di raut mukanya. Namun Bapak tidak pernah mengatakan kapan dia marah, kecewa, maupun penyebabnya. Setelah bertanya kepadaku, Bapak melanjutkan sholatnya.
Saat iklan, aku segera mengambil air wudhu dan sholat asar. Tiba-tiba, Bapak memanggilku.
“Ningrum, wis shalat?”
“Udah Pak, pripun?” tanyaku.
“Kowe ki jane niat ora to dadi wong Islam?”
“Nggih niat, Pak,”
“Lha kok senengane nunda-nunda shalat? Apa iya kuwi sing jenenge niat? Kalau kamu memang merasa berat menjadi seorang muslim dan tidak sanggup menjalankan syariatnya, mbok ya sudah murtad saja. Sekalian kamu menjadi pemeluk agama lain. Entah Katolik, Kristen, Hindu, ataupun Budha, silakan. Bapak membebaskan. Tapi hanya satu yang bapak minta, jadilah pemeluk agama yang taat!”
Saat itu, aku sadar bahwa bapakku kecewa dan marah melihat aku menunda shalat namun mementingkan sebuah acara di televisi.
“Nggih, Pak. Besok nggak ngulangi lagi.”
“Walaupun bapak selalu menanamkan kerja keras, dan hal-hal duniawi lainnya, kamu harus tetap bertanggung jawab sama Gusti Allah. Kita udah diciptakan dengan tubuh yang sempurna, maka kita wajib bersyukur. Apa tindakanmu tadi mencerminkan sikap syukur kepada Tuhan?”
“Mboten, Pak,” jawabku
“Pernah kamu baca Al-Qur’an? Seberapa sering?” tanya Bapak.
“Kalau ada pelajaran agama disekolah,”
“Selebihnya?”
“Ya jarang, Pak,”
“Kitab suci itu mbok dibaca. Kamu udah dikasih mata dan tangan, kenapa apa nggak digunakan untuk hal yang baik?”
“Kamu pasti mempunyai mimpi to, Dik? Tuhan itu tau kok apa yang diinginkan umatnya. Tapi Dia ingin kita taat kepadaNya dan tidak berhenti berusaha. Kalau kamu melakukan hal yang wajib seperti sholat saja masih menunda, maka Tuhan juga akan menunda mewujudkan mimpimu. Hidup jangan hanya kamu isi untuk bermalas-malasan seperti itu,” lanjut Bapak.
“Ndhuk, kamu tau kan apa maksud bapakmu? Bapak sama Ibu itu pengen kamu jadi anak yang bener, yang pinter, berbakti sama orang tua, dan jadi anak yang sholehah. Kamu itu sudah besar, isilah hari dan hidupmu dengan kegiatan yang positif,” sambung Ibu.
*#*
Bapak dan ibuku tidak pernah memaksakan kehendakku. Mereka memberi masukan dan mengarahkanku untuk meraih cita citaku. Orang tuaku bukanlah orang tua yang otoriter dan keras. Mereka menginginkan aku menjadi anak yang taat beragama karena mereka ingin agar hidupku seimbang antar kehidpan beragam adengan kehidupan sosial.
“Hidup itu harus seimbang. Kamu nggak boleh hanya mengandalkan kecerdasanmu, ketekunanmu, kerja kerasmu tapi tanpa dasar agama. Tidak akan ada gunanya semua itu jika Tuhan tidak meridhoimu dan bersamamu.”
*#*
Kami mempunyai sebuah toko kelontong dan sebuah warung makan. Keduanya kami kelola bersama-sama. Menurut bapak, itu dia persiapkan agar aku dan adikku bisa bekerja mandiri, tidak terpancang untuk menjadi seorang pegawai.
“Kamu jangan malu kalau bertemu dengan temanmu ketika sedang melayani pembeli. Bapak membuka warung dan toko itu demi kamu. Kamu dan adikmu harus bisa bekerja. Putarlah akalmu agar menjadi orang yang kreatif. Jangan menjadi anak yang manja. Di dunia ini nggak ada tempat untuk orang yang manja dan malas. Jangan terpancang kalau bekerja harus menjadi pegawai negeri. Hidup jaman sekarang susah kalau hanya puas menjadi pegawai saja. Kalau pun menjadi pegawai, kamu pun harus mengembangkan karirmu.”
Jika aku lelah dan berhenti, bapaklah yang menyemangatiku untuk terus berlari.
“Kamu liat nggak bapak ngapain? Bapak kerja keras demi kamu dan adikmu. Kalau kerjamu cuma jatuh, menyesal, dan tanpa upaya memperbaiki diri, apa jadinya kamu besok? Masa masih mengandalkan orang tua? Kapan kamu bisa mandiri? Apa kalau Bapak dan Ibu mati kamu juga akan ikut mati?” bentak Bapak.
“Ya nggak, Pak. Masa iya aku ntar mati juga,” jawabku.
“Tapi coba liat apa yang kamu lakukan sekarang? Nggak dewasa samasekali. Memalukan!”
Pedas memang ucapan bapakku. Tapi aku sadar bahwa itu demi kemajuanku. Jadi aku selalu berusaha untuk mematuhinya.
*#*
Berbeda dengan Bapak yang selalu menanamkan keuletan dan kerja keras, Ibu selalu menanamkan kemampuan untuk mengontrol perasaan. Aku tidak boleh larut dalam emosi.
“Jadi orang itu yang sabar, yang legowo, ngalah, manut tatanan. Aja golek lega, amarga kowe mengko mesthi bakal kuciwa. Pepinginan iku ora mesthi kudu keturutan, ndhuk. Dan lagi, orang yang ngalah itu belum tentu kalah. Nggak semua hal bisa kamu selesaikan dengan emosi. Dalam hidup, kamu pun memerlukan ketahanan dan kemampuan mengontrol emosi,”Walaupun nasihat ibu hanya sedikit, namun itu sangat berarti bagiku.
*#*
Bapakku dan ibuku memang dua pribadi yang berbeda. Namun tujuan mereka satu, membimbingku untuk mengisi hari-hariku dengan hal yang positif agar kelak berguna untuk masa depanku.
Bagiku, mereka bagai lilin pencerah yang menerangiku disaat aku berjalan dalam gelap. Mereka adalah orang yang paling setia menemaniku dalam suka ataupun duka, dan mereka adalah orang yang paling mampu menerima segela kekuranganku.
Dan tepat di hari ini, bapakku berulang tahun yang ke-50. Selamat ulang tahun bapak. Terimakasih karena udah didik Ningrum, ngebesarin sampai sejauh ini, dan sabar menghadapi kenakalan Ningrum. Maaf, Ningrum belum bisa kasih apapun selama ini. Ningrum belum bisa jadi anak yang sholeh, pinter, mandiri, bahkan untuk bekerja keras pun masih tertatih. Untuk Ibu, terimakasih udah melahirkan, mendidik, sekaligus membesarkan Ningrum. Maaf kalau kadang kadang Ningrum belum bisa sabar, ngalah, dan ngontrol emosi. Tapi, satu hal yang perlu kalian tau, Ningrum sayang kalian!